Kamis, 14 Februari 2019

Sport is Business Wajib Untuk setiap Cabang Olahraga

Jakarta, 15 Februari 2019. Membaca berita dimedia massa soal keluhan belum turunnya anggaran Pelatnas di Kemenpora, membuat para pihak setuju dengan masalah yang timbul dari cabang olahraga di Indonesia.
Tergelitik juga memberikan komentar masalah ini yang sejak duu kala banyak ketergantungan cabang olahraga terhadap Pemerintah. Jika masalah seperti ini tidak terpecahkan maka seolah olah cabang olahraga tersebut tidak bisa berbuat atau memberikan prestasi kepada Negara. Disayangkan cara berpikir seperti ini digunakan sebagai senjata kepada Kemenpora.

Pola pikir seperti ini yang harus dirubah. Teringat dulu kala sekitar 1990, disaat diadakan seminar "Sport is Business" di Hotel Hilton Jakarta, sudah memberikan wacana agar setiap induk organisasi olahraga bisa membisniskan sport tersebut. Memang saat itu Ketua Umum PB Pelti (Persatuan Tenis seluruh Indonesia) Moerdiono (alm) yang memaparkan Tennis is business, dengan memberikan contoh Olimpiade Los Angeles. Jika sport is business bisa dijalankan maka sport itu bukan hanya untuk prestasi tetapi bisa digunakan untuk entertaimen. Bisa juga dimanfaatkan untuk Pariwisata yang saat ini sudah dilaksanakan hanya beberapa cabang olahraga saja. Tugas masyarakat olahraga untuk menjalankan program memasyarakatkan olahraga. Pemerintah sudah mengawalinya tetapi masyarakat lah yang meneruskan.

Dari perjalanan olahraga selama ini jika ditelusuri banyak cabang olahraga yang bergantung kepada Pemerintah alias mengharapkan dukungan dana yang merupakan kewajiban Pemerintah. Harus diakui dengan keluarnya Undang Undang tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Pemerintah diwajibkan membantu olahraga.
Akibatnya makin manja induk organisasi cabang olahraga, memanfaatkan target dari Pemerintah disetiap multi event. Memanfaatkan, begitulah. Setelah ditelusuri ada juga cabang olahraga yang tidak punya kejuaraan nasional. Ini jadi aneh sekali bisa terjadi.


"Hal ini sudah pernah saya ungkapkan dirapat KONI Pusat beberapa puluh tahun silam. Yaitu KONI harus berani berikan reward and punishment kepada cabang olahraga. Pemberian bantuan Pemerintah berdasarkan aktivitas cabang olahraga tersebut. Ini disamaratakan sehingga cabang olahraga yang punya kalender kegiatan disamaratakan dengan yang minim kegiatan " ujar August Ferry Raturandang , mantan wakil sekjen PP Pelti 2002-2012.

Kapankan cabang olahraga bisa mandiri jikalau masalah ini belum tuntas juga. Saat Musyawarah Nasional, maka berlomba lomba menjadi ketua umum induk organisasi olahraga tersebut. Bahkan ada yang masih aktip menjabat Menteri,  ada pengusaha kondang. Yang sebenarnya tugas dan tanggung jawab Ketua Umum induk organisasi cabang olahraga tersebut mencari dana pembinaaannya. Tetapi kenyataannya terlihat induk oragnisasi cabang olahraga memanfaatkan dana Pelatnas sebagai dana pembinaannya. Ini yang harus dirubah sehingga olahraga bisa maju.

Adakah cabang olahraga kita yang terlihat mandiri karena bisa diikuti kegiatan dari cabang olahraga tersebut dalam kejuaraan internasional yang diikutinya tanpa mengharapkan kucuran dana Pemerintah.
Sudah pasti ada. yang terlihat antara lain  Atletik, Sepakbola, Bulutangkis, Tenis, Soft Tennis, Basket ball, Catur, Balap Sepeda dll.    Cabor ini menjalankan fungsi pembinaannya dengan dana cabor tersebut, Kewajiban masing masing ketua umum cabor untuk mencari dana pembinaannya. Bukan hanya menumpang populer melalui Cabang Olahraga tersebut. Ini masalah besar jika tidak segera diperbaiki. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar