Selasa, 28 April 2020

Saatnya Semua Terfokus


Jakarta, 27 April 2020. Penundaan Pekan Olahraga Nasional 2020 berkonsekuensi terhadap penjadwalan ulang latihan atlet hingga penetapan prioritas pembinaan.

Pekan Oalahraga Nasionak (PON) 2020 yang diputuskan mundur ke Oktober 2021 berdampak menumpuknya kejuaraan , baik nasional maupun internasional pada 2021. Diantara kejuaraan-kejuaraan penting itu Piala Dunia FIFA U-20 dengan tuan rumah Indonesia, Olimpiade Tokyo, PON-Perparnas , dan SEA Games Vietnam . Selain perhelatan besar itu, banyak kejuaraan cabang tunggal yang digelar tahunan, atau dua tahunan.\\

Yang harus dipastikan adalah menjaga atlet tetap bugar, sementara mereka hanya berlatih mandiri berbulan-bulan karena pandemic Covid -19 . Ditengah wabah yang belum jelas achirnya , pengurus cabang olahraga beserta tim pelatih harus memutar otak untuk menetapkan target realistis di tengah keterbatasan. Mulai dari jadwal pelatnas yang berantakan hingga soal pendanaan yang terpotong terkait Covid-19.

Awalnya, tim pelatiah menjadikan Olimpiade dan PON , yang direncanakan pada 2020, sebagai target para atlet. Karena itu, tanggal kedua kegiatan dicocokkan dengan penampilan puncak (peak performance) olahragawan. Namun, seiring penjadwaan ulang, berubah pula target penampilan puncak atlet.

Rencana Kemenpora seputar klusterisasi atlet yang disesuaikan dengan skala kejuaraan layak diapresiasikan dan didukung.  Atlet elite nasional hanya akan diproyeksikan tampil di Olimpiade Tokyo 2021 dan Asian Games Hangzhou 2022 , atlet pelapis elite untuk SEA Games Vietnam 2021 , dan atlet muda atau yunior berlaga di PON 2021.


Jika klusterisasi atlet ini bisa terwujud, tentu ideal. PON akan menjadi ajang pematangan atlet-atlet muda. Berprestasi di PON , seorang bisa masuk pelatnas SEA Games . Performanya bagus di SEA Games , ia berhak masuk jajaran atlet elite menuju Asian Games dan Olimpiade.

Pembinaan berjenjang ini menghindarkan  PON sekedar ajang berebut medali emas di antara atlet senior. Fenomena ini pula yang membuat PON memicu jual beli atlet diantara KONI provinsi , seperti selama ini terjadi. Kondisi ini membuat KONI provinsi tidak optimal memoles atlet lokal usia muda. Indonesia merugi karena atlet muda potensial hanya lahir dari KONI-KONI provinsi yang serius membina.

Klusterisasi atlet juga berdampak positif pada efektivitas pendanaan Pelatnas atlet elite dan pelapis elitr akan benar benar terfokus pada mereka yang berpeluang meraih media di SEA Games , Asian Games dan Olimpiade, juga kejuaraan internasional cabang yang bersangkutan.

Artinya , investasi Indonesia selama pelatnas untuk atlet-atlet elite berbuah prestasi di level internasional dan prestisius . PON tapa atlet senior juga menjadikan kegiatan tersebut benar benar untuk pematanagan atlet muda. Pembinaan terfokus semacam ini bisa sekaligus menjadi solusi bagi Kemenpora yang harus rela sebagaian anggarannya dipotomg demi penanganan Covis-19. ( Tajuk Rencana: harian Kompas)      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar