Minggu, 14 Februari 2021

Asa Bergulirnya Turnamen Olahraga


Jakarta, Selama pandemi Covid-19 melanda dunia olahraga membuat seluruh kegiatan turnamen atau kompetisi  terhenti akibat tidak ada izin keramaian yang dikeluarkan pihak kepolisian. Khususnya  kompetisi professional Liga 1 untuk sepakbola dan Liga Bola Basket Indonesia (IBL) yang telah berencana kompetisi, selalu gagal karena pihak kepolisian tidak keluarkan izin.


Dalam webinar 3 Februari 2021 Seksi Wartawan Olahraga PWI bertema " Harapan  Olahraga Indonesia di Tengah Pandemi" , Menpora Zainuddin Amali memberi asa bagi pemangku Olahraga dengan akan bertemu dengan Kapolri baru Jendral Pol Lystio Sigit Prabowo untuk membicarakan masalah kegiatan olahraga. Tetapi diharapkan juga induk organisasi olahraga bisa mengajukan proposal kegiatan dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Bahkan Dede Yusuf anggota DPR RI menganjurkan setiap cabor membuat ketentuan pertandingan khusus dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Bahkan Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman menyerahkan kepada Kemenpora dan Kepolisian untuk mencari solusi agar PON XX Papua dapat terselenggarakan.

Melihat situasi seperti ini, justru yang pegang peranan adalah induk organisasi olahraga yang mengenal akan ketentuan ketentuan pertandingannya. Dan harus dilakukan penyesuaian dengan protokol kesehatan.
Semua pihak menyadari betapa pentingnya olahraga sebagai salah satu upaya memutus rantai pandemi Covid -19 bukan untuk menambah klaster baru Covid-19.

Tenis, mengenal 3 ketentuan pertandingan. Yaitu Rules of Tennis, Tournament Regulations dan Code of Conduct.
Kalau Rules of Tennis adalah rohnya Tenis sehingga semua turnamen mengacu kesana. Sedangkan Tournament Regulations bisa berbeda antara satu turnamen lainnya dan Code of conduct berlaku untuk pemain dan wasit.
Jadi untuk disesuaikan dengan protokol kesehatan adalah tournament regulations dalam hal ini di tenis dikenal dengan ketentuan Turnamen Diakui Pelti atau TDP.
Disinilah yang ditunggu tunggu masyarakat tenis agar induk organisasi tenis atau dikenal dengan Pelti untuk berinisiatip menambahkan protokol kesehatan dan sedikit perubahan perubahan yang tidak berpengaruh akan jalannya pertandingan.

Dunia tenis internasional sudah mencoba mempertahankan keberadaan event akbar maupun event yunior tetap digelar selama pandemi dengan cara kadangkala tidak menyenangkan bagi sang atlet, seperti yang dilakukan oleh Tennis Australia menggelar Australian Open(AO).

Pemerintah juga sudah menyadari betapa pentingnya olahraga disamping untuk kebugaran tubuh, juga untuk prestasi. Selama ini yang dikuatirkan muncul klaster baru Covid-19. Pihak kepolisian yang mendapat tugas mengawasinya belum berani keluarkan ijin keramaian. Terutama bagi cabang olahraga beregu yang banyak mengundang penonton. 

Menyadari akan kebutuhan atlet tersebut sehingga setiap atlet berusaha agar ada peningkatan prestasinya. Tidak semua atlet yang bisa merasakan seperti yang dialami oleh Nathan Anthony Barki dan beberapa temannya. Hasilnya juara J5 ITF Singapore Junior digondolnya. Begitu atlet nasional putri Aldila Sutjiadi, Beatrice Gumulya dan Jessy Rompies berangkat ke AS untuk mengikuti beberapa turnamen di Amerika Serikat.

Disaat menghadapi PON Prestasi yaitu Pekan Olahraga Nasional XX di Papua, dibutuhkan arena pemanasan bagi atlet. Dari arena pemanasan ini bisa dilakukan evaluasi pelaksanaannya. Jangan sampai sewaktu pelaksanaan PON baru dilakukan evaluasi. Terlambat. Marilah berusaha disatu sisi memutus rantai Covid-19, disisi lain mempertahankan prestasi atlet sehingga bisa disebut PON Prestasi. Kita bisa melihat petenis dunia sewaktu mengikuti turnamen pemanasan di AO, ternyata mengakui bahwa dirinya juga alami kegugupan.

Waktu berjalan terus. Jangan terpaku dengan ketentuan lama. Agar roda perputaran olahraga tenis bisa berjalan dengan bekerja memikirkan perubahan ketentuan yang bisa dilakukan dalam Ketentuan TDP Nasional.
Karena selama ini belum terlihat adanya upaya untuk menghidupkan roda turnamen, sedangkan masyarakat tenis tetap menjalankan roda turnamen dengan cara sendiri.

Memang dalam pelaksanaannya sesuai dengan protokol kesehatan akan membawa dampak naiknya budget pelaksanaan. Tapi itu semua bisa dicari dengan cara meminimalkan beaya pelaksanaannya. Prinsipnya kalau ada niat baik, so pasti Tuhan beri jalan.

 Setiap turnamen so pasti ada beaya maksimal dalam perencanaannya. Begitu pula ada beaya minimal. Itu prinsip dalam perencanaan yang dimiliki setiap induk organisasi tenis. Karena perbedaan beaya tersebut merupakan modal kerja bagi organisasi.

Sekarang masih menunggu niat baik bagi induk organisasi tenis untuk mempertahankan prestasi tenis baik diajang nasional apalagi untuk ke ajang internasional.  Bukan saatnya mendiamkan tanpa mencari solusi demi tenis Indonesia.  ( August Ferry Raturandang, pegiat tenis ,disalin dari www.suarakarya.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar