Selasa, 26 Januari 2021

Peran serta Petenis Daerah Berkurang


Jakarta, 27 Januari 2021, Hampir sepuluh tahun kita tidak mendengar kiprah petenis daerah berkecimpung di pertenisan nasional kecuali yunior, Sebagai contoh anggota tim Davis Cup atau tim Fed Cup. Yang terakhir berkiprah di tim Davis Cup adalah Faisal Aidil mewakili Kalimantan Timur. Sebagai pengganti Abdul Kahar MIM ( Kalimantan Timur) tahun 1989 mewakili Indonesia melawan Jerman. Setelah itu muncul juga dari Bali Ayu Fani Damayanti dari Bali.

Bali termasuk memiliki petenis potensial, Buktinya Bali selama ini selalu tampil di arena Pekan Olahraga Nasional (PON) tanpa menggunakan atlet dari luar yang sengaja dibeli untuk membela prestise.

Kenapa hal ini masih terjadi, Ada yang belum beres dalam pembinaan kita, Dimana era sebelumnya ada wakil petenis luar Jawa. Apakah pembinaan didaerah macet dengan tidak terwakilkan di ajang tim nasional ?. Ini yang perlu dipikirkan bersama, Ataukah karena tidak diberi kesempatan.

Dibandingkan yunior kondisi ini lebih baik, Diberi kesempatan atlet luar Jawa mewakili tim nasional yunior untuk mewakili Indonesia diajang kejuaraan dunia kel umur 12 tahun dan juga 14 tahun atau dikenal sebagai World Junior Competition. Kesempatan diberikan kepada Wong Ara (Lahat, Sumsel) yang menonjol karena berdomisili di Lahat dan Azmi Januarsyah (Jambi) yang banyak kesempatan sejak latihan di Jakarta.

Jika kedua petenis tersebut bertahan dengan pelatih di daerah maka kesempatan tersebut akan hilang untuk berkiprah di tim nasional yang lebih besar, seperti pengalaman masa lalu. Kecuali pemain tersebut mempunyai tekad mau maju dengan goals go internasional. toh tenis itu olahraga perorangan. Jika memiliki modal kuat tentunya bisa dilakukan. Kebanyakan orang tua pemain terlalu mengandalkan dukungan finansial dari pihak luar, Sehingga kemajuan tenis akan jalan ditempat.

Kenapa hasil pembinaan didaerah luar Jawa tidak bisa berkembang? indikatornya tidak ada wakilnya di Davis Cup ataupun Fed Cup. Kemungkinan sarana turnamen nasional kurang berkembang. Akhir akhir ini Turnamen Diakui Pelti Kelompok Umum secara kuantiti berkurang, Tidak seimbang dengan jumlah TDP Kelompok Yunior yang jumlahnya selama ini sudah terbanyak walaupun belum tersebar keseluruh daerah, Terlihat setelah melewati masa yunior, pemain kehilangan sarana turnamen karena yang tersedia adalah turnamen turnamen ITF yang mayoritas dilaksanakan di Jakarta, Ada gap diantara kedua kelompok umur.

Sebaiknya induk organisasi tenis lebih proaktif memacu induk organisasi tenis yang lebih dikenal Pelti, yang di Provinsi Provinsi potensial lebih proaktif juga, Paling tidak menggalakkan lagi turnamen turnamen yang pernah terjadi sebelumnya.

Teringat masa lalu diluar Jawa ada TDP Gubernur Cup mulai Sumut, Riau, Jambi, Sulawesi Utara, Kemudian sponsor Walikota seperti TDP piala Katulistiwa (Pontianak), TDP Internasional Piala Walikota Tarakan(kelihatannya masih aktif), Piala Walikota Manado dll, Sedangkan klub -klub sebagai pelaksana ada Pula GUCCI (Banjarmasin). Maesa Open (Jakarta), Piala Manggabarani (Makassar). Begitu pula TDP BCA Medan, Marlboro di Samarinda, Sircuit Nasional di Palembang, Pekanbaru, Singaraja dan Palembang. Disamping itu pula di Banda Aceh pernah ada TDP Aceh Open kurang lebih tahun 1989.

Tidak bisa hanya konsentrasi yunior tanpa memikirkan juga ajang turnamen setelah lepas yunior, Akibatnya berjaya di yunior kemudian hilang di senior ( penulis August Ferry Raturandang )/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar