Jakarta, 27 April 2020. Penundaan
Pekan Olahraga Nasional 2020 berkonsekuensi terhadap penjadwalan ulang latihan
atlet hingga penetapan prioritas pembinaan.
Pekan Oalahraga Nasionak (PON)
2020 yang diputuskan mundur ke Oktober 2021 berdampak menumpuknya kejuaraan ,
baik nasional maupun internasional pada 2021. Diantara kejuaraan-kejuaraan
penting itu Piala Dunia FIFA U-20 dengan tuan rumah Indonesia, Olimpiade Tokyo,
PON-Perparnas , dan SEA Games Vietnam . Selain perhelatan besar itu, banyak
kejuaraan cabang tunggal yang digelar tahunan, atau dua tahunan.\\
Yang harus dipastikan adalah
menjaga atlet tetap bugar, sementara mereka hanya berlatih mandiri
berbulan-bulan karena pandemic Covid -19 . Ditengah wabah yang belum jelas achirnya
, pengurus cabang olahraga beserta tim pelatih harus memutar otak untuk
menetapkan target realistis di tengah keterbatasan. Mulai dari jadwal pelatnas
yang berantakan hingga soal pendanaan yang terpotong terkait Covid-19.
Awalnya, tim pelatiah menjadikan
Olimpiade dan PON , yang direncanakan pada 2020, sebagai target para atlet. Karena
itu, tanggal kedua kegiatan dicocokkan dengan penampilan puncak (peak
performance) olahragawan. Namun, seiring penjadwaan ulang, berubah pula target
penampilan puncak atlet.
Rencana Kemenpora seputar klusterisasi
atlet yang disesuaikan dengan skala kejuaraan layak diapresiasikan dan
didukung. Atlet elite nasional hanya
akan diproyeksikan tampil di Olimpiade Tokyo 2021 dan Asian Games Hangzhou 2022
, atlet pelapis elite untuk SEA Games Vietnam 2021 , dan atlet muda atau yunior
berlaga di PON 2021.
Jika klusterisasi atlet ini bisa
terwujud, tentu ideal. PON akan menjadi ajang pematangan atlet-atlet muda.
Berprestasi di PON , seorang bisa masuk pelatnas SEA Games . Performanya bagus
di SEA Games , ia berhak masuk jajaran atlet elite menuju Asian Games dan Olimpiade.
Pembinaan berjenjang ini
menghindarkan PON sekedar ajang berebut
medali emas di antara atlet senior. Fenomena ini pula yang membuat PON memicu
jual beli atlet diantara KONI provinsi , seperti selama ini terjadi. Kondisi
ini membuat KONI provinsi tidak optimal memoles atlet lokal usia muda.
Indonesia merugi karena atlet muda potensial hanya lahir dari KONI-KONI
provinsi yang serius membina.
Klusterisasi atlet juga berdampak
positif pada efektivitas pendanaan Pelatnas atlet elite dan pelapis elitr akan
benar benar terfokus pada mereka yang berpeluang meraih media di SEA Games ,
Asian Games dan Olimpiade, juga kejuaraan internasional cabang yang bersangkutan.
Artinya , investasi Indonesia
selama pelatnas untuk atlet-atlet elite berbuah prestasi di level internasional
dan prestisius . PON tapa atlet senior juga menjadikan kegiatan tersebut benar
benar untuk pematanagan atlet muda. Pembinaan terfokus semacam ini bisa sekaligus
menjadi solusi bagi Kemenpora yang harus rela sebagaian anggarannya dipotomg
demi penanganan Covis-19. ( Tajuk Rencana: harian Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar